SANGATTA – Kabar buruk kembali menghampiri Kabupaten Kutai Timur (Kutim). Setelah ‘kurang salur’ sebesar Rp 1,7 Triliun pada tahun 2024 lalu, tak kunjung ditransfer pemerintah pusat. Kini giliran Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) 2025 dikabarkan kembali dipangkas Pemerintah Pusat.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kutai Timur, Faisal Rachman, menjadi salah satu pihak yang paling vokal menyuarakan kekecewaan atas kebijakan pemerintah pusat ini.
“Belum selesai masalah itu, kita malah dihadapkan dengan pemotongan dana bagi hasil untuk 2025. Kalau memang ada program pusat yang ingin disinkronkan dengan daerah, ya biarkan daerah yang melaksanakannya, bukan dengan cara memotong dana bagi hasil kami,” tegas Faisal Rachman
Pemotongan tersebut juga menjadi perhatian Faisal, mengingat sebelumnya Kutim diproyeksikan menerima transfer dana pusat sebesar Rp9 triliun pada 2025. Namun, angka tersebut turun drastis menjadi hanya Rp5,8 triliun.
Faisal mencatat bahwa pada tahun 2024, pemerintah pusat menargetkan transfer sebesar Rp10 triliun, namun hanya terealisasi Rp8,5 triliun pada 31 Desember 2024.
“Makanya saya menyayangkan, kenapa kok bisa Rp 5,8 triliun? Sementara 2024 itu target transfer dari pusat itu kan Rp 10 triliun, yang realisasi sampai dengan 31 Desember 2024 itu totalnya Rp 8,5 triliun. Nah, kenapa kok langsung drastis hanya Rp 5,8 triliun? Maksud saya kalau pemotongan itu dilakukan untuk menjalankan misalkan ya kan dana transfernya itu kan harusnya tetap lah paling tidak di Rp 8,5 triliun lah berdasarkan realisasi tahun 2024,” paparnya.
Menurutnya, jika pemerintah pusat ingin menjalankan program di daerah, seharusnya tidak dengan memangkas dana bagi hasil.
“Ya, kalau ada program dari pusat yang mau diselaraskan yang program di daerah, jangan dipotong. Ya, tetap aja programnya itulah yang di dijalankan di daerah. Tapi kalau pusat menjalankan program motong dana daerah ya itu yang kita sesalkan, harusnya enggak boleh begitu,” sebutnya.
Politisi PDI- Perjuangan itu meminta pemerintah pusat untuk lebih transparan dalam menentukan kebijakan fiskal yang menyangkut keuangan daerah.
“Kami berharap ada solusi lain dari pemerintah pusat agar daerah tidak dirugikan. Jika pemotongan ini tetap dilakukan, maka pembangunan di Kutim bisa terhambat, dan masyarakat yang akan merasakan dampaknya.” Pungkasnya (*)