SAMARINDA – Rapat Kerja Teknis (Rakertek) Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat (MHA) Provinsi Kalimantan Timur digelar di Hotel Aston Samarinda pada Selasa (21/11/2023). Bupati Kutai Timur Ardiansyah Sulaiman diwakili oleh Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat (Pemkesra), Seskab Kutai Timur, Poniso Suryo Renggono, dalam acara tersebut. Rakertek ini menjadi ajang untuk meningkatkan upaya pengakuan dan pemberdayaan MHA di daerah.
Pada acara tersebut, hadir Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMDes) Kalimantan Timur, Yuriansyah, Camat Kongbeng Jumran, serta ASN dari Pemkab Kutai Timur yang mendampingi Asisten I. Rakertek ini juga merupakan bagian dari target Forest Carbon Partnership Facility – Carbon Fund (FCPF-CF), terutama dalam komponen 1 yang berfokus pada tata kelola hutan dan lahan melalui dukungan pengakuan MHA.
Para pembicara yang hadir di Rakertek antara lain, Kepala Biro Ekonomi Setprov Kalimantan Timur, Iwan Darmawan, Direktur Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat Kejaksaan Kalimantan Timur, Adnan Hamzah, Ahmad SJA dari Perkumpulan PADI, dan Akhmad Wijaya dari Yayasan Bioma. Akhmad Wijaya dari Yayasan Bioma memberikan paparan yang sangat menarik sehubungan dengan isu-isu terkait MHA.
Asisten I Seskab Kutai Timur, Poniso, menyampaikan bahwa pengelolaan MHA harus dilakukan dengan hati-hati sesuai peraturan dan ketentuan yang berlaku. Dia juga menyebutkan adanya panitia di Kutai Timur yang bertugas untuk memfasilitasi, memvalidasi, dan memverifikasi data terkait MHA. Namun, masih terdapat beberapa persyaratan yang belum terpenuhi sehingga hasilnya belum dapat ditindaklanjuti.
Pj Gubernur Kalimantan Timur, Akmal Malik, yang diwakili oleh Sekretaris DPMD Kalimantan Timur, Eka Kurniati, berharap Rakertek ini dapat meningkatkan komitmen dan menghasilkan rumusan serta masukan penting untuk percepatan pengakuan, perlindungan, dan pemberdayaan MHA. Pj Gubernur juga berharap agar MHA tidak hanya menjadi objek pembangunan, tetapi juga berpartisipasi aktif dalam pembangunan untuk meningkatkan kualitas hidup mereka.
Dari 185 komunitas asli di Kalimantan Timur yang tersebar di 150 desa dan kelurahan, baru dua komunitas yang diakui sebagai MHA. Pemerintah menargetkan setiap kabupaten diakui memiliki dua MHA yang diberikan perlindungan dan pemberdayaan. Namun, masih terdapat kendala seperti kurangnya panitia pengakuan dan perlindungan MHA yang harus segera ditindaklanjuti.
Rakertek ini menjadi langkah penting dalam mendorong sinergi dan kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat adat dalam upaya pemberdayaan MHA di Kalimantan Timur. Harapannya, pengakuan dan perlindungan terhadap MHA dapat ditingkatkan untuk memastikan kesejahteraan dan keberlanjutan kehidupan masyarakat adat. (*/ADV)