SANGATTA. Penyidikan dugaan korupsi pengadaan solar cell di Dinas Pendidikan Kutai Timur memasuki tahap penentuan kerugian Negara. Sebab Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kalimantan Timur (Kaltim) sedang menghitung kerugian Negara dalam kasus ini, untuk memastikan berapa kerugiannya. Demikian dikatakan Kasi Pidsus Kejari Kutim MA Tambunan.
“Sekarang, BPKP Kaltim sedang menghitung kerugian Negara dalam kasus pengadaan solar cell di Disdik Kutim. Kami berharap, hasilnya bisa cepat keluar, sehingga penyidikan bisa berlanjut ke tahap penuntutan,” kata Kejari Kutim Romlan Robin, melalui Kasi Pidsus Kejari Kutim Michael A F Tambunan saat ditemui di Ruang kerjanya, Senin (7/8/2023)
Diakui dalam kasus ini penyidik telah memeriksa semua saksi. Sehingga praktis yang tertinggal hanya hasil hitungan kerugian Negara. “Kalau sudah ada hasil perhitungan kerugian Negara, dua atau tiga bulan kemudian bisa selesai penyidikannya. Percayalah, kami juga ingin kasus ini cepat selesai, karena kami juga dimintai progres penanganan kasus yang kami tangani,” katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kejari Kutim sedang melakukan penyidikan pengadaan solar cell di Dinas Pendidikan Kutim tahun anggaran 2020. Dimana kasus ini secara keseluruhan, pagu anggarannya Rp 80 miliar, sementara khusus pengadaan solar cell adalah Rp 24 miliar, sisanya untuk pengadaan tempat sampah, tas dan lainya .
Berdasarkan hitungan awal, khusus pengadaan solar cell, penyidik menduga kerugian Negara sekitar Rp19 miliar. Meskipun begitu, untuk memastikan kerugian sebenarnya, pihaknya menggandeng BPKP untuk menghitung kerugian negaranya. Selain itu, dari hasil audit itu nantinya akan diketahui siapa saja yang akan dimintai pertangungjawaban, berdasarkan peran mereka masing-masing.
“Intinya yang dapat saya sampaikan, perhitungan kerugian Negara sedang dilakukan BPKP. Mungkin itu saja dulu perkembangannya,” jelas Tambunan.
Sebelumnya, dari hasil pemeriksaan saksi-saksi dijelaskan modus operandinya dalam kasus ini yakni dengan memecah anggaran dari anggaran Rp24 miliar dijadikan per paket dengan nilai anggaran Rp 190–200 juta, untuk menghindari pelelangan dan dapat dilakukan penunjukan langsung.
Jumlah paket kegiatan sudah diplot, dikuasai oleh beberapa orang yang sudah ditentukan untuk menjadi pelaksana atau rekanan pekerjaan dengan sistem penunjukan langsung. Penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS) dilakukan tidak berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku alias penggelembungan harga. (j/tk)