PDAM Rugi Rp 2,7 Miliar, Suparjan ; Karena Covid dan Kewajiban Pajak

Kaltim, Kutai Timur649 Dilihat

SANGATTA. Direktur Utama Perusahaan Umum daerah (Perumdan) Air Minum  Kutim Suparjan mengakui kerugian yang terjadi tahun 2021, senilai Rp2,7 miliar di PDAM, itu terjadi karena dampak covid-19 serta ada kewajiban pajak yang tertunggak, sebelumnya yang harus dibayar.

“Jadi, yang paling besar itu dampak covid, termasuk ada perbaikan dan biaya solar yang melambung,” kata Suparjan kepada sejumlah awak media.

Dijelaskan, beberapa komponen yang meningkatkan biaya operasinal PDAM tahun 2021 itu adalah kenaikan harga solar industri. Sebab PDAM itu menggunakan solar industri. Tahun 2021, bahkan Instalasi Pengolahan Air (IPA) Kabo, juga sempat menggunakan Genset, karena ada longsoran yang mengakibatkan kabel pompa putus. “Penggantian kabel ini juga investasi, terkit biaya yang dikeluarkan. Kalau sebelumnya IPA menggunakan listik PLN, saat ada longsoran , selama perbaikan, itu menggunakan solar industri. Itu biaya sangat besar. Belum lagi kenaikan bahan kimia,” Ucapnya.

Disebutkan, dari 22 IPA milik PDAM, sebagian besar masih menggunakan genset. Genset ini menggunakan solar industri. Di IPA yang kecil-kecil, yang melayani masyarakat terbatas jumlahnya,  sebenarnya merugikan, namun karena ini penugasan, untuk melayani masyarakat, sehingga PDAM tetap melayani mereka, meskipun rugi.

Terkait dengan permintaan DPRD agar PDAM meningkatkan kinerja dengan menekan kebocoran, Suparjan mengatakan pihaknya juga ingin menekan kebocoran sekecil mungki. Bahkan  telah melakukan berbagai upaya, untuk menekan kebocoran. Tapi, sebenarnya, dengan mempertahankan kebocoran di angka sekitar 20 persen saja, itu sudah usaha maksimal.

Foto Petugas PDAM Sedang memperbaiki Pipa PDAM yang bocor akibat pekerjaan proyek drainase di Kanal 1 Pendidikan.

“karena kebocoran itu terjadi bisa akibat salah di meteran, akibat kebocoran pipa yang dalam tanah dan berbagai tingkat kebocoran lainya.  Kalau sudah bocor dalam tanah, itu sulit diketahui. Kami kira, angka 20 persen itu sudah cukup ideal, karena kementerian PU juga memang mengisinkan tingkat kebocoran 20 persen. Kalau kami lihat di PDAM yang besar-besar,  itu paling maksimal itu 15 persen. Bahkan, di PDAM Samarinda saja,  yang sangat besar, itu masih 35 persen,” Imbuhnya

Diakui, untuk menekan kebocoran dibawa 20 persen, itu membutuhkan investasi yang besar, karena butuh teknologi tinggi. Jika itu dilakukan, investasinya tidak sebanding dengan pengeluaran. “Tapi kami tetap melakukan upaya, menekan kebocoran – kebocoran itu, dengan melakukan pemeliharaan peralatan PDAM,”Tutupnya. (j/TK)