SANGATTA. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kutai Timur (Kutim) asal Fraksi PDI Perjuangan Faizal Rachman mengaku kagum dengan Bontang. Sebab tahun 2019, sudah memiliki cathlab Jantung. Untuk itu, sebagai anggota Badan Anggaran, Faisal mengatakan sangat mendukung pengadaan Cathlab jantung tahun 2023.
“memang alat itu mahal, sekitar Rp25 miliar. Tapi kan APBD kita Rp3,6 triliun. Bahkan, bisa mencapai Rp4 trilin lebih. Masak kita tidak bisa. Apalagi RSUD Kudungga sudah type B. Jadi, kami sangat mendukung pengadaan alat itu, tahun depan,” katanya.
Diakui, pada pembahasan APBD perubahan tahun ini, Direktur RSUD Kudungga Dr Yuwana Srikuniawati telah melakukan Rapat dengar pendapat dengan DPRD, saat itu. sebenarnya semua mendukung, namun karena waktunya mepet, sehingga anggarannya tidak masuk di APBD perubahan.
“Kami sendiri melihat ini sangat perlu. sebab memang dokternya sudah ada dua orang, sehingga, masalah operasionalnya tidak masalah. Tentu, dengan alat ini nantinya jika ada pasien gagal jantung, bisa langsung di tangani di RSUD Kudungga, tak perlu ke Samarinda, atau Bontang. Jadi sangat membantu masyarakat,” katanya.
Sebelumnya, direktur RS Kudungga menyatakan untuk memberikan pelayanan terbaik bagi pasien penderita penyakit jantung yang terus bertambah, RSUD Kudungga, berharap akan mendapat anggaran pengadaan cathlab jantung atau alat kateterisasi.
” Kami sudah punya dokter spesialis jantung sebanyak tiga orang. Untuk meningkatkan pelayanan pasien penyakit jantung, yang paling urgen saat ini adalah pengadaan alat kateterisasi jantung. Kami berharap disetujui oleh Banggar DPRD dan TAPD sehingga bisa di Anggarakan di APBD Perubahan tahun ini, ” jelas dr Yuwana, pada wartawan usai mengikuti rapat Banggar di DPRD Kutim, beberapa hari lalu.
Menurutnya, pengadaan ini mendesak, karena dari data, kematian akibat serangan jantung, di Kutim terbilang tinggi. “Kemudian kasus penderita penyakit jantung, dan hipertensi itu juga sangat tinggi sekali, terus naik,” dr Yuwana.
Diakui, selama ini kasus penyakit jantung di Kutim tidak bisa tertangani, sehingga harus di rujuk ke Rumah Sakit ke Kota Samarinda. Jika dirujuk harus menempuh perjalanan yang cukup jauh. Kadang gol timenya sudah terlewati, sehingga sudah tidak bisa tertolong, dan mengakibatkan pasien meninggal di perjalanan dan sebagainya. (ADV/j/TK)