SANGATTA. Meskipun daerah lain telah menikmati hasil pariwisata, namun Kutai Timur baru akan memulai. Itupun, baru sebatas penyusunan rencana pengembangan pariwisata daerah, dengan menyusun rencana induk pengembangan pariwisata daerah. Untuk menyusun Rencana Induk Kepariwisataan ini, Senin (31/10) dilakukan forum group discussion (FGD) laporan pendahuluan penyusunan rencana pengembangan pariwisata daerah (RIPPDA)
FGD, dilakukan Dinas Pariwisata di Ruang Meranti Kantor Sekertariad Daerah, dibuka Bupati Kutai Timur Ardiansyah Sulaiman, serta dihadiri puluhan pejabat dan termasuk lembaga swadaya masyarakat (LSM). Mereka hadir untuk memberikan masukan dalam rangka penyempurnaan dokumen induk kepariwisataan ini.
Usai membuka FGD, Ardiansyah mengatakan FGD ini merupakan langkah untuk menyusun dokumen induk kepariwisataan Kutai Timur. Sebenarnya dokumen rencana induk pariwisata ini, sudah ada sejak beberapa tahun lalu, namun FGD kali ini mungkin adalah untuk menerima masukan penyempurnaanya, dari berbagai pihak.
“Karena itu saya berpesan, agar dalam menyusun dokumen kepariwisataan ini betul-betul sempurna, karena nantinya hasilnya akan mejadi produk peraturan daerah tentang rencana induk pariwisata Kutai Timur,” katanya.
Dari renana induk kepariwisataan inlah pengengbangan kepariwitaan ini haru merujuk. Sebab Kutim ini punya sangat banyak objek wisata, yang harus di kelola dengan baik, namun harus tetap sesuai dengan dokumen tersebut.
Disebutkan, di Indonesia ini pariwisata kini jadi penyumbang kedua terbesar devisa bagi negara, dibawah kelapa sawit. Meskipun di Kaltim, memang masih didominasi oleh batu bara, namun secara nasional, batu bara dan minyak sudah jauh kalah dari pariwisata dan kelapa sawit.
Di Kutim, sawit, sudah eksis, tambang, eksis, kebun eksis, bahkan sudah mampu memberikan bagi hasil bagi daerah. Sementara pariwisata, tak perlu bagi hasil nantinya, karena langsung dinikmati masyarakat, yang berusaha di berbagai bidang, yang terkit dengan pariwisata, seperti usaha kuliner dan lain-lain.
“Saya juga minta usaha penangkaran Buaya dimasukan. Kami sudah kerja sama dengan UNMUL, untuk melakukan kajian, apakah pemerintah bisa melakukan usaha penangkaran buaya. Kalau tidak, kita tawarkan ke swasta. Karena yang jadi masalah juga, jangan sampai ada penangkaran buaya yang diusaha Perusda, namun malah mati. Padahal, itu untuk pembudidayaan. Yang tua, bisa di musnahkan, untuk konsumsi,” katanya. (ADV/J/TK)