Kejari Siap ‘Gas’ Penyidikan Dugaan Korupsi Solar Cell Disdik

SANGATTA. Penyidikan dugaan korupsi pengadaan solar cell di Dinas pendidikan (Disdik)  Kutai Timur Kutim) tahun 2020,  kini lebih fokus. Sebab penyidikan kasus dugaan korupsi dana desa Kalinjau Ilir, telah selesai. Demikian diakui Kajari Kutim Henriyadi W Putro, pada wartawan beberapa hari lalu.

“Dengan selesainya penyidikan dugaan korupsi di Desa Kalinjau Ilir, Kecamatan Muara Ancalong, maka penyidik kami akan fokus pada penyidikan dugaan korupsi pengadaan solar cell di Disdik,” katanya.

Diakui, memang ada keterbatasan personil, namun itu tidak akan jadi alasan tersendatnya penyidikan dugaan korupsi. “jadi setelah kasus Kalinjau Ilir ini di limpahkan ke Pengadilan Tipikor, penyidikan korupsi  Disdik, segera di lanjutkan,” katanya.

Dijelaskan, kasus ini masih dalam tahap perhitungan kerugian negara di Badan Pemeriksa Kauangan dan pembangunan (BPKP) provinsi Kaltim. Pihaknya telah melakukan ekpose di BPK, namun perhitungan bisa jadi agak lambat, karena memang banyak pula kasus yang ditangani BPKP, sehingga mereka harus ‘mengantri’ kasus yang masuk, untuk di audit.

“Hanya saja, BPKP, sudah komitmen, akan memprioritaskan audit kasus dengan dugaan kerugian yang besar. Termasuk di kasus Disdik. Sebab, dugaan kerugian dalam kasus ini, sekitar Rp19 miliar. Tapi, hasil akhirnya, tentu tergantung hitungan dari BPKP, nilainya berapa,” jelas Henri.    

Seperti diketahui,  pengadaan solar cell di Disdik, nilainya Rp24 miliar, dengan kerugian sementara sekitar Rp19 miliar.

Pengadaan solar cell ini, merupakaan bagian dari proyek senilai Rp80 miliar di Disdik tahun 2020.

Terungkapnya nilai proyek Rp80 miliar, karena penyidikan yang dilakukan terkait dengan pengadaan solar cell. Namun dalam perjalanan, setelah dilakukan pendalaman, terungkap kasus lain. Namun  untuk pengadaan lain-lain, masih dalam penyelidikan, kecuali solar cell, yang sudah naik penyidikan.

Khusus untuk pengadaan lain-lain dari proyek  Rp80 miliar tersebut adalah pengadaan tas, pengadaan meubler, dan pengadaan tempat sampah kayu, yang tidak masuk akal.

Seperti diketahui, kasus pengadaan PLTS di Disdik dengan nilai Rp24 miliar, diduga merugikan negara Rp19 miliar.  Kasus ini terbagi dalam 135 paket.

Indikasinya, barang yang dibeli , barang dari china, yang hargannya jauh dari  harga  produk lain. Tiap paket barang tidak merata nilainya. Ada harga Rp199 juta per paket, sementara lainnya ada yang dibawa itu. Padahal, RAP  hanya Rp24 juta per tiang. (jn)