PDIP Soroti Pertumbuhan Ekonomi Kutim Kalah dari Nasional

SANGATTA. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutim kembali mengadakan rapat Paripurna, daam rangka mendenga pandangan Fraksi-fraksi DPRD Kutim terhadap nota pengantar Bupati Kutim pada penyampaian Rancangan Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas Plafon anggaran sementara (PPAS) APBD Kutai Timur tahun anggaran 2023.

Fraksi PDIP, dalam pandangan umumnya yang dibacakan Ketua Fraksi Siang Geah, tampaknya menaruh perhatian khusus terkait dengan pertumbuhan ekonomi Kutim tahun 2021.  Dimana anggaran merupakan sebuah instrumen untuk membagi sumber daya dan pemanfaatannya kepada publik secara adil dan merata guna mengatasi kesenjangan sosial antara kota dan desa, miskin   dan kaya, serta      kelompok.          Lalu   yang           Ketiga, fungsi stabilisasi. Penerimaan dan pengeluaran negara tentu mempengaruhi permintaan agregat dan kegiatan ekonomi secara keseluruhan.

Dengan fungsi ini, maka anggaran menjadi instrumen untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental ekonomi. Prinsipnya Penyusunan APBD dilakukan secara tertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan        bertanggung      jawabdengan memperhatikan rasa keadilan, kepatutan, manfaat untuk masyarakat.

Namun, setelah mendengar dan mencermati Nota Pengantar Bupati Kutai Timur, KUA PPAS APBD Kabupaten Kutai Timur Tahun Anggran 2023. Maka menurut PDIP, perlu melakukan review kembali pertumbuhan ekonomi yang ada di Kabupaten Kutai Timur, sebab Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting yang digunakan untuk mengamati hasil-hasil pembangunan terutama pembangunan ekonomi di suatu wilayah. Selain itu, indikator ini juga memberikan indikasi tentang tingkat aktivitas perekonomian selama periode tertentu telah menghasilkan tambahan pendapatan bagi masyarakat dan pembangunan di suatu daerah.

Dimana laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kutai Timur 2019-2021 secara keseluruhan belum mengalami peningkatan yang signifikan, saat laju pertumbuhan ekonomi Nasional pada tahun 2021 sebesar 3,69% , justru ekonomi Kutim turun -1 persen.

Oleh  karenanya  Kebijakan APBD merupakan     landasan penyusunan RAPBD  sangat strategis dalam melihat dampak dari laju pertumbuhan perekonomian nasional. Asumsi dasar ekonomi makro mencakup variabel-variabel yang dinilai memiliki dampak signifikan terhadap  postur  APBD.

Setelah melalui diskusi, Fraksi PDIP memberikan beberapa catatan sebagai berikut, antara lain  mengenai RAPBD tahun 2023 dengan pendapatan Daerah yang direncanakan sebesar Rp3,663 triliun. Fraksi PDIP, menyatakan apresiasi optimisme pemerintah.

Namun PDIP menyatakan, mengingat tema pembangunan yang tertuang dalam Dokumen Rencana Pembangunan  Jangka  Menengah  Daerah  (RPJMD)  Kabupaten  Kutai  Timur 2021-2026, dimana Arah Tematik Tahunan Pembangunan Kabupaten Kutai Timur pada tahun 2023, adalah Pengembangan Sentra Ekonomi yang Didukung Pelayanan Publik yang Berkualitas, hal tersebut juga tertuang dalam KUA PPAS, oleh karenanya maka penting untuk menyampaikan kepada Pemerintah agar proyeksi anggran pendapatan dan belanja daerah yang tertuang dalam KUA dan PPAS tahun 2023 nantinya, harus sudah mewakili kepentingan masyarakat secara keseluruhan, Apa yang harus diperhatikan dalam mencapai tujuan tema pembagunan tersebut, tentu saja membuka ruang partisipasi publik yang besar untuk masyarakat baik dalam tahap perencanaan, pengawasan dan evaluasinya.

RAPBD 2023,  dengan belanja sebesar Rp4.16 T, maka pemerintah harus melakukan pengelolaan keuangan yang baik sesuai skala prioritas dalam tematik pembangunan yang ada, yakni Pengembangan Sentra Ekonomi yang Didukung Pelayanan Publik yang Berkualitas.

Pemerintah perlu mencermati tujuan pembangunan yang tertuang dalam RPJMD Kabupaten Kutai Timur 2021-2026, yakni “Peningkatan Pengelolaan Sumber Daya Alam yang Berkelanjutan” sehingga terhadap Rancangan Belanja Daerah, tahun 2023, harus diprioritaskan pada pembangunan sesuai target yang dijabarkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).

PDIP juga menaruh perhatian pada angka Kemiskinan. Mengacu pada laporan Badan Pusat Statistik Kabupaten Kutai Timur, angka kemiskinan, naik signifikan. Tahun 2020 sebesar  9,55 persen, 36,980 ribu orang, namun pada 2021 mengalami kenaikan sebesar 2,72 persen menjadi 9,81persen atau 37,780 ribu orang, mendudukkan Kutim pada urutan ke tiga peringkat kemiskinan di Provinsi Kalimantan Timur.

“Jika ini tidak diperhatikan secara serius,  akan menjadi kontraproduktif, terhadap rancangan belanja daerah,  dimana angka kemiskinan tetap tinggi pada APBD besar,” katanya. (*/KE/ADV)