DPRD Kebut Pembahasan Raperda Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah


SANGATTA. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutai Timur (Kutim) akan mengebut pembahasan Rancangan pertaturan daerah (Raperda) Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah . Dimana Raperda  ini nantinya akan menjadi landasan penyusunan  APBD 2023, yang akan segera diajuka pemerintah daerah ke DPRD Kutim. Demikian dikatakan Katua Pansus Raperda Pokok-pokok Pengelolaan  Keuangan Daerah David Rante.

“Raperda ini akan kami kebut pembahasannya dalam  minggu ini. Diharapkan, minggu depan sudah bisa rampung, untuk diajukan ke provinsi. Sebab  penyusunan RKPD paling lambat 30 Juni, dua minggu setelah itu, diajukan KUA PPAS 2023. Karena itu, kami berharap selesai tepat waktu,” katanya.     

Disebutkan, landasan Raperda ini karena ada PP no 12  tahun 2016,  PP no 77 tahun 2020 sebagai rujukan  tentang pokok keuangan daerah. Dimana dalam struktur anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) ada beberapa perubahan yang terjadi, baik perubahan  nama, maupun perubahan subtansial, terkait dengan tugas fungsi kepala daerah.

Peruhan itu misalnya,  perubahan nama belanja langsung  dan belanja tidak langsung. “Sekarang, berubah jadi belanja operasional dan belaja modal,” katanya.

Ada juga perubahan subtansial tentang pajak daerah. Dulu ada retribusi dan pendapatan lain-lain. Sekarang  semuanya bernama retribusi. “Namun dari segi sumber, yang dulunya menjadi sumber pajak daerah, itu tetap menjadi sumber retribusi daerah. Jadi ini hanya perubahan  penamaan,” katanya.

Wewenang Bupati dalam penyusunan APBD, juga berubah, di perkuat, dan lebih rinci. Dulu, Bupati disebut meminta penyusunan  RAPBD, sekarang langsung menyusun. “Jadi ada perkuatan kewenangan. Jadi Bupati  langsung menyusun APBD, termasuk Rancangan Pertaturan Laporan Pertangung Jawaban APBD,” katanya.

Dengan Raperda ini nantinya, jika sudah jadi Perda, akan ada pemangkasan birokrasi. Misalnya  kuasa pengguna anggaran  (KPA) wenangnya lebih besar di SKPD. Dimana ada ruang bagi pemerintah untuk cepat, dimana pemerintah diberikan ruang untuk melakukan pergeseran anggaran  pada kepentingan yang lebih utama, untuk menampung kepentingan masyarakat. Wewenang juga diberikan lebih besar ke Sekkda, sebagai penanggunjawab APBD,” katanya.

 “Memang ada persetujuan, namun itu dilakukan pada APBD perubahan.  setelahnya.  Itu dilakukan terkait dengan kepentingan masyarakat yang lebih besar,” katanya.

OPD diposisikan  pada pemungut utama,  sementara Bapenda, itu hanya sebagai koordinator pungutan retribusi.  Jadi harapnya  dengan demikian, OPD tidak hanya jadi pelaksana, namun juga menjadi pencari retribusi.  (tk/ADV)