Sangatta – Kejaksaan Negeri Kutai Timur melakukan penghentian penuntutan atau restorasi justice perkara penganiayaan dengan tersangka SK (49) , warga sangatta Utara, Rabu (26/1). Penetapan penghentian perkara dibacakan Kajari Kutai Timur Henryadi W Putro didampingi Kasi Tindak Pidana Umum (Pidum) Ananta Tri Sudibyo, di aula Kejari Kutim, dihadiri tersangka, korban dan saksi serta toko masyarakat.
Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Kutai Timur Hendriyadi W Putro didampingi Kasi Tindak Pidana Umum Ananto Tri Sudibyo mengatakan Penghentian penuntutan merupakan salah satu kewenangan Kejaksaan sesuai Pasal 1 angka 7 UU nomor 8 tahun 1981, tentang kejaksaan yakni tindakan kejaksaan mengajukan penuntutan ke pengadilan.
“Pasal 7 ayat 3 peraturan kejaksaan Nomor 15 tahun 2020, yang menyebutkan upaya perdamaian dapat dilakukan sebelum dilimpahkan ke pengadilan,”Kata Hendriyadi W Putro saat membacakan Putusan penghentian penuntutan.
Menurutnya, penghentian penuntutan itu, telah memenuhi syarat di antarannya telah ada perdamaian, ancaman hukuman dari pasal 351 ayat 1 KUHP, yang disangkakan tidak lebih dari lima tahun, kerugian yang ditimbulkan tidak lebih dari Rp2,5 juta serta ada perdamaian yang dihadiri para tokoh masyarakat.
“Dengan terpenuhinya syarat restorative justice seperti diatas, maka pimpinan kami menyetujui penghentian penuntutan terhadap kasus penganiayaan yang dikukan tersangka,” katanya.
Dijelaskannya, Adapun kronologis kejadian penganiayaan yang dilakukan tersangka SK, berawal saat ia membaca facebook KN, yang tak lain merupakan mantan istrinya, yang dianggap menyinggung. Karena itu, pada (18/11/2021), sekitar pukul 23.00 Witah, tersangka mendatangi rumah KN di Gang Sangkis. RT 24, Sagatta utara, untuk menanyakan maksud dari facebook tersebut.
Namun saat masuk dalam rumah KN, saat itu ada KR yang merupakan keponakanya. Terjadilah cekcok terdakwa dengan KN. Oleh korban, keduanya dilerai, dengan masuk diantara kedua orang tersebut. Saat tersangka akan memukul KN, dengan tidak sengaja, korban menendang kemaluan tersangka. Karena emosi, tersangka langsung memukul korban, mengakibatkan bibir korban luka. Atas perlakuan itu, korban lapor polisi, sehingga kasus penganiayaan ini diproses secara hukum.
Setelah berkas dilimpahkan ke Kejari, karena dianggap sudah lengkap, untuk dilakukan penuntutan, tersangka dengan korban mengadakan perdamaian menyelesaikan kasus ini. Dimana tersangka bersedia memberikan ganti rugi pada korban senilai Rp10 juta, sehingga, dilain pihak korban juga telah sembuh dan sehat sedia kalah, sehingga kasus ini diselesaikan dengan menghentikan penuntutan. “Inilah yang disebut berkeadilan berdasarkan restorative justice,”Imbuhnya
Meskipun penghentian penuntutan sudah dilakukan, namun Kajari Kutim tetap memperingatkan kedua belah pihak untuk mematuhi seluruh kesepakatan yang telah dilakukan sampai kapan pun. Pasalnya jika perdamain itu tidak dijaga, terutama terhadap tersangka, maka bisa dilanjutkan kembali penuntutannya.
Sementara itu, AS yang merupakan tersangka dalam kasus penganiyaan, mengaku sangat terharu usai dibebaskan dari tuntutan. “Kalau menurut saya inilah Kejaksaan yang betul-betul diharapkan oleh seluruh masyarakat, karena lebih mengutamakan perdamaian dan saya mengucapkan banyak terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk menempuh jalan perdamaian,” ucapnya kepada sejumlah awak media
Diakuinya kasusnya yang dihadapi beberapa waktu yang lalu merupakan pengalaman yang tidak bisa dilupakan dan akan dijadikan pelajaran untuk tidak melakukan kesalahan yang sama.
Ditempat yang sama, selaku korban KR mengaku restorative justice yang dilaksanakan oleh Kejaksaan sudah sesuai dengan yang diharapkan, karena bisa menyelesaikan persoalan yang dihadapinya melalui proses perdamaian. “Saya juga mengucapkan banyak terima kasih atas proses perdamaian ini bahkan sudah sesuai yang saya harapkan,” Imbuhnya
Sementara itu, selaku toko masyarakat yang turut menyaksikan pembacaan putusan penetapan penghentian Soleh Abidin mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak Kejaksaan Negeri Kutai Timur terkait upaya restorative justice yang dilakukannya.
Karena program restorative justice ini bisa menghapus atau menghilangkan stigma negatif bahwa hukum itu, hanya tumpul keatas tapi tajam kebawah. “Ini sangat bagus, muda-mudahan dengan upaya ini bisa di contoh dengan perkara-perkara lain dibawah tuntutan 5 tahun, bisa lebih mengedepankan penanganan perkara dengan cara restorative justice.”Tutupnya