SANGATTA. Kejaksaan Negeri Kabupaten Kutai Timur (Kutim) mengakui jika saat ini Badan Pemeriksa Kuangan (BPK) pusat, tengah menghitung kerugian Negara dalam kasus dugaan korupsi pengadaan solar cell home system di Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP).
Bahkan, Kepala Kejari Kutim Hendriyadi W Putro mengaku jika saat ini tim BPK, masih berada di Kantornya dalam rangka melakukan penghitungan kerugian Negara. Sehingga dalam penghitungan tersebut akan terlihat jumlah kerugian negara, sekaligus tergambar aliran dananya kemana dan dinikmati siapa, sekaligus akan dimintai pertangungjawabannya.
“Makanya kami tidak mau buru-buru menentukan tersangka. Meskipun kami akui sudah tergambar siapa calon tersangka, namun belum bisa kami tentukan, karena menunggu hasil BPK. Karena, ini kaitan dengan pemulihan kerugian negara nanti. Jika sudah diketahui aliran dana berdasarkan audit BPK itu, maka tentunya tersangka A akan pertanggujawabkan berapa, tersangka pertanggungjawabkan berapa,” jelas Hendriyadi W Putro beberapa waktu yang lalu kepada sejumlah awak media
Untuk itu, pihaknya, agar masyarakat yang ingin mengetahui perkembangan kasus ini, bersabar, karena Kejari tidak ingin terburu-buru.
“kami sebenarnya juga ingin kasus ini cepat selesai, tapi tentu kami harus proporsional, profesional dalam menentukan siapa bertanggungajawab dalam kasus ini,” katanya.
“Jadi, kalau hitungan kerugian negara sudah keluar, maka tentu kami akan segera menetapkan siapa bertanggunjawab atas kerugian ini. Jadi kalau ada yang mengatakan kasus ini lambat, itu karena memang saksi yang kami periksa itu 200 orang lebih. Hitungan kerugian negara dari BPK belum keluar. Karena itu kami minta bersabar, dukung kami dalam penegakan hukum ini,” katanya.
Bahkan untuk meyakinkan BPK sedang menghitung kerugian negara dalam kasus ini, Kajari mengatakan tim audit BPK, sudah ada di kantor Kajari menghitung kerugian tersebut. Diperkirakan, perhitungan itu akan berlanjut hingga akhir bulan ini.
Seperti diketahui, anggaran pengadaan solar cell senilai Rp90,7 miliar, tahun 2020. Berdasarkan audit BPK provinsi, ditemukan kerugian senilai Rp39 miliar. Namun, penyidik meyakini kerugian sebenrnya lebih dari itu. bahkan, dari hitungan kasar yang mereka lakukan, senilai Rp65 miliar. Meskipun demikian, kerugian akhir, tergantung hitungan BPK yang saat ini sedang melakukan perhitungan ulang.
“Berapapun hasil perhitungan BPK pusat nanti, itu sudah kerugian negaranya,” kata Kasi Pidsus Kejari Kutim Wasita Triantara.