Sangatta – Kasi Intel Kajari Kutim DR Yudo Adiananto mengakui bahwa penyidikan kasus korupsi memang agak rumit. Sebab hampir setiap kasus, modusnya lain, karena intinya melakukan cara yang dianggap bisa melegalkan perbuatannya mereka, meskipun salah. Karena itu, penyidikan butuh kesabaran, waktu yang panjang, dan tentu trik, karena ini terkait dengan pembuktian.
“Contoh kasus pengadaan solar cell ini. Penyidikannya panjang, karena apa? karena sekarang pandemi, semua serba dibatasi. Apalagi, beberapa minggu lalu, hampir semua penyidik kena covid-19. Belum lagi, jumlah saksi yang ratusan orang. Kontraktor saja ada 110. Saksi lainnya, bisa jadi 150 nantinya. Untuk memeriksa orang sejumlah itu, tentu butuh waktu yang lama. untung-untung kalau saat dipanggil, mereka datang. Tapi faktanya, ada yang ngeyel, tak kooperatif, sehingga butuh waktu untuk memanggil kembali karena memang harus diperiksa,” katanya.
Belum lagi, saksinya ada di Jakarta, ada di Bandung, ada di Samarinda, ada di Sulawesi, jadi menyebar . Kalau mereka tidak bisa datang, tentu anggotanya yang datangi, karena itu butuh waktu yang , tentu menunggu sesuai dengan kesempatan saksi yang ada. “jadi butuh juga kesanaran. Jadi kalau kami minta masyarakat untuk bersabar menunggu hasilnya, yak karena kendala itu,” katanya.
Namun, Yudo memastikan bahwa dalam kasus ini tentu pihaknya tidak akan main-main. “Kami dari tim Kejari memastikan akan menggunakan ‘kaca mata kuda’ siapa yang bertanggunjawab, pasti akan kami mintai pertanggunjawaban. Kami tidak akan pandang bulu ini siapa, karena memang komitmen kami adalah menegakkan hukum, siapa yang salah tentu akan dimintai pertanggunjawaban,” katanya.
Sebagai langka awal, diakui, untuk menentukan siapa yang bertanggunjawab dalam kasus ini di pihak ASN, maka pihaknya dalam waktu dekat akan memanggil jajaran pejabat Pemkab Kutim, untuk dimintai keterangannya. Tentu, yang akan dipanggil adalah yang bersentuhan dengan penganggaran, pelaksanaan pekerjaan dan pihak yang dianggap terkiat, yang dianggap mengetahui kasus ini. “Siapa mereka, tunggu saja siapa yang kami mintai keterangan,” katanya.
Diulangi, dalam kasus ini yang janggal adalah proses munculnya anggaran. Program kutim terang ini memang muncul tiba-tiba. Anggarnya, tidak sebesar itu. Tapi karena ada oknum ASN yang dengar dengan TAPD, sehingga anggaranya membengkak hingga Rp90,7 miliar. Pelaksananya juga salah, kerena ditempatkan di Dinas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPTSP), yang notabena tidak punya tupoksi untuk itu.
Setelah ada anggaran, maka di tataran pelaksanaan, juga bermasalah. Sebab,ada muncul kordinator, yang khusus mencari CV, ada koordinator untuk mencari judul, termasuk ada pengumpulan fee proyek. “Jadi ini yang kami sebut terstruktur, sistematis , masif (TSM).
“Jadi kalau ditanya kapan pejabat akan dipanggil untuk dimintai keterangan, tunggu jadwalnya saja. Karena pasti mereka akan dipanggil,” katanya.