DPRD Minta Pemerintah Buat Sistem Yang Mampu Kurangi TK2D

Sangatta…Jumlah tenaga kerja kontrak daerah (TK2D) yang mencapai 7000 orang lebih menjadi sorotan DPRD Kutai Timur (Kutim). Selain karena terlalu banyak,  diduga banyak diantaranya yang tidak masuk kerja,  yang  artinya, menggaji orang yang tidak ada sehingga terjadi pemborosan anggaran.  Dugaan banyaknya TK2D yang  hanya ada nama itu,   dapat dilihat di lingkungan sekretariad  dewan. Dimana,  terdaftar sebanyak 320 orang TK2D, namun yang ikut apel pagi, hanya sedikit.

“Kalau memang di DPRD ini jumlah TK2D sampai 320 orang, maka jelas gedung ini penuh sesak. Tapi faktanya, tiap hari  yang hadir dalam apel pagi,  tidak banyak, karena itu, diduga   banyak yang memang hanya ada nama. Karena itu, kami minta pemerintah membuat sistem untuk bisa mendeteksi siapa TK2D yang tidak aktif,  agar  tidak diperpanjang kontraknya,” kata Faisal Rahman, anggota DPRD dari fraksi PDI ini.

Dikatakan,  kalau bukan sistem yang melakukan, memang akan sulit. Sebab, yang akan terjadi adalah  suka atau tidak suka, orangnya ini-itu, sehingga tidak bisa dipecat. Tapi kalau sistem yang melakukan lebih efektif, tidak ada lagi pilih kasih.

Faisal mengatakan, perlunya memangkas jumlah TK2D yang memang tidak aktif karena terlalu banyak.  Dengan jumlah yang ada,  setiap tahunnya anggaran yang terserap hanya untuk menggaji TK2D, itu sampai Rp140 miliar. 

“Ini anggaran yang sangat besar. Apalagi, dengan adanya wacana pemerintah untuk menaikkan gaji TK2D, maka tentu akan sulit direalisasikan, jika jumlah TK2D itu, tetap sebanyak itu,” jelas Faisal dalam rapat dengar pendapat antara Komisi B DPRD Kutim, dengan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), di Ruang Rapat Kantor DPRD Kutim, beberapa hari lalu.

Mendengar  saran Faisal, Asisten Ekonomi Keuangan  Setkab Kutim Yulianti mengatakan, upaya menekan jumlah TK2D, memang telah dilakukan selama ini.  Karena itu, jika pernah  jumlah TK2D mencapai 10000 orang, kini hanya tinggal 7000 orang.  “Kebetulan, banyak yang keluar karena mencari gaji yang lebih besar, apalagi  sebelumnya memang dibayar tiga bulan sekali,  sehingga mereka banyak yang keluar mencari pekerjaan yang lebih menjanjikan. Banyak juga yang memang pindah keluar kota dan lain-lain,” katanya.

Meskipun ada keinginan agar jumlahnya bisa ditekan, namun diakui, sulit dilakukan, karena memang namanya masih terus diajukan SKPD, dimana mereka bekerja. Kalau masih diajukan dalam daftar gaji, kan berarti mereka masih aktif. Kalau masih aktif,  tidak mungkin diputus kontraknya,” katanya.