Samarinda…Usai mengadili AMY, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Samarinda, Senin (21/9) melanjutkan sidang dengan terdakwa DA (21) – Direktur CV Nulaza Karya yang sama-sama tersangkut kasus gratifikasi atau penyuapan pejabat Pemkab Kutim.
Dalam sidang yang dipimpin Wakil Ketua PN Samarinda, Agung Sulistyono, Tim JPU KPK yang terdiri Yoga Pratomo, Nur Haris Arhadi, mendakwa warga Jalan Yos Sudarso I Sangatta Utara ini melanggara Pasal 5 UU Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Dalam dakwaanya, tim JPU menyebutkan pada tahun 2019 yang tidak diingat oleh DA, telah melakukan beberapa perbuatan sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, telah memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yaitu kepada Ism selaku Bupati Kuti,, kemudian EUF – Ketua Anggota DPRD Kutim, Mus – Kepala Bappenda Kutim, Sur – Kepala BPKAD Kutim.
“Pemberian berupa uang dan barang itu, dimaksudkan supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya,” sebut Yoga.
Di depan majelis hakim yang beranggotkan Joni Kondolele dan Ukar Priyambodi, tim JPU mengungkapkan pada tahun 2019 dan antara bulan Maret hingga Juni tahun 2020 bertempat di Rumjab Bupati Kutim, kediaman Sur di Tenggarong, kediaman Mus – Sangatta, Kantor Bappenda Kutim dan parkiran Kantor Disnaker Kutim, menyerahkan uang berjumlah Rp8,8 miliar dan 6 unit sepeda kepada Ism – Bupati Kutim, UEF – Ketua DPRD Kutim, Mus – Kepala Bappenda serta Sur – Kepala BPKAD.
Pemberian uang dan sepeda oleh kontraktor kelahiran Muara Wahau tahun 1999 ini, diungkapkan JPU KPK, merupakan bagian dari proyek yang ia kerjakan pada tahun 2019 dan 2020 di lingkungan Dinas Pendidikan Kutim.
Didampingi Firmansyah dan Syarif Pandurata dari Sangatta, DA disangka pada tahun 2019 bertemu dengan UEF untuk minta dukungan agar proyek yang ia kerjakan segera dibayar. Terhadap dukungan UEF itu, DA mengasih sejumlah uang guna membiayai operasional UEF.
Masih pada tahun 2019, UEF membuat pokok-pokok pikiran yang diketik Minawati, dan daftar Pokir EUF itu diserahkan ke Ahmad Firdaus – Kasubid Pengkajian Bappeda sehingga pada bulan Maret 2019 daftar Pokir istri Ism ini keluar bersama dengan daftar proyek lainnya.
Namun saat menjadi Ketua DPRD Kutim, UEF mengingatkan OPD yang menangani pokirnya tidak memotong anggaran Pokirnya. Karena tidak terganggu anggaran, akhirnya sejumlah paket proyek dari Pokir UEF jatuh ketangan DA diantaranya pakert proyek di Sangkima Sangatta Selatan yang bernilai Rp1 M dan sebagai balas jasa , DA memberi fee sesuai kesepakatan. “Fee itu diberikan dalam berbagai cara diantaranya kartu debit atas nama Irawansyah dengan saldo Rp100 juta, kemudian pembelian mobil, sepeda motor dan sepeda,” beber Tim JPU.
Sama dengan dakwaan kepada AMY, Tim JPU KPK juga mengungkapkan Panji Asmara – Kasi Program Bappeda memberitahu kepada Mus, pada tahun 2020 ada dana proyek Rp250 juta yang bisa diatur paket dan feenya. Bersama Panji, Mus bertemu Ism sehingga Ism memerintahkan Sekda Irawansyah dan Edward Azran untuk tidak menganggu proyek yang dapat digunakan sebagai dana operasional bupati.
Dari paket sebesar Rp250 M, ungkap Tim JPU KPK, pada bulan Desemebr tahun 2019 terdakwa DA atas dukungan Mus mendapat proyek pada Dinas Pendidikan senilai Rp45 M dimana fee sebesar 10 persen diberikan kepada Mus. Kesepakatan itu, setelah DA bersama Ahmad Firdaus bertemu Mus kemudian Mus menghubungi Roma Malau sebagai Kadis Pendidikan menyatakan bahwa DA mendapat paket proyek senilai Rp45 M.
Kemudian melalui Sur – Kepala BPKAD, terdakwa DA mendapat proyek senilai Rp5 M pada Dinas Pendidikan, dengan fee 10 persen. Sesuai janjinya, DA menyerahkan fee proyek sebesar Rp7,7 M masing-masing kepada Mus Rp5 M lebih dan Sur sebanyak Rp2 M lebih. “Dari semua uang fee dari DA ada yang diserahkan langsung ke ISM yakni sebesar Rp250 juta, kemudian disimpan melalui sejumlah rekening bank an Mus,” ungkap JPU Yoga Pratomo.
Terkait dakwaan JPU KPK, DA dan tim penasihat hukumnya menyatakan memahami serta menyatakan tidak keberatan. “Kami paham, namun tidak mengajukan keberatan,” kata Syarif Pandurata salah satu pengacara DA sebelum sidang ditutup mejalis hakim. (SK1/TK)