SANGATTA. Untuk menanggapi adanya sekolah, yang mengadakan Program Intensif Belajar (PIB), atas persetujuan dari Komite Sekolah, sehingga diadakan sumbangan untuk penyelenggaraan PIB itu, yang terlihat seperti pungutan. Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kutai Timur Roma Molau mengatakan sebelumnya pihaknya telah mengeluarkan surat edaran, untuk menegaskan jika sekolah tidak boleh ada pungutan dalam bentuk apapun.
“kami sudah lama mengeluarkan surat edaran, yang melarang sekolah melakukan pungutan. Namun, kalau sumbangan, karena itu tidak terikat, termasuk besarannya, itupun atas persetujuan komite sekolah, tidak masalah. Yang penting sifatnya sukarela,” katanya saat berlangsungnya hearing di Sekretariat DPRD Kutim.
Roma Molau, yang didampingi Kasi Kurikulum pendidikan dasar Moch Syaiful Imron, mengatakan PIB ini dilakukan SMP, karena guru setempat melihat jika pengetahuan anak didik mereka, masih kurang, dalam rangka menghadapi ujian, termasuk untuk melangkah ke jengang pendidikan lebih tinggi. Karena itu, perlu dilakukan pendalaman materi pendidikan, agar setara dengan sekolah lain.
“Jadi PIB ini, merupakan pendalamam materi pelajaran selama pendidikan di tingkat SMP, dalam rangka menghadapi ujian. Di PIB ini juga termasuk cara mengerjakan soal saat ujian. Ini untuk mengingatkan kembali, pelajaran yang telah berlalu, pada para pelajar, agar tidak terlupakan,” katanya.
Karena ini pendalam materi atau pengayaan materi pelajaran diluar jam sekolah, seperti yang ditetapkan pemerintah, maka dari itu, butuh pendanaan dalam pelaksanaanya. Sebab, dana BOS dari pusat, tidak diperbolehkan untuk itu. Karena itu, PIB ini ditawarkan kepada orangtua murit, untuk pembiayaannya.
“Kalau orangtua murit setuju, maka akan dilakukan. Kalau orang tua murit merasa anaknya tidak butuh, karena sudah mampu, tidak ikut, tidak masalah. Karena tidak ada paksaan,” katanya.
Karena itu, meskipun PIB ini dibutuhkan, namun mekanisme pembiayaanya perlu diperbaiki, agar tidak seperti kewajiban atau pungutan tapi murni sumbangan. Misalnya, guru sekolah bisa cari dana dari CSR, atau dari orangtua murit yang rela, karena memiliki kemampuan ekonomi.
“Sebab, di UU disdik, masalah pembiayaan pendidikan ini juga sudah diatur, sebagai tanggunjawab semua pihak termasuk orangtua murit, dalam bentuk sumbangan,” katanya. (ADV/TK)