Ditolak di PN, Gugatan Rp11 M kembali Ditolak PT

SANGATTA. Upayah banding atas gugatan yang dilakukan Ria Yanti,  ibu dari  Eza alias Reza(7), warga Sangatta Selatan, kembali kandas di Pengadilan Tinggi  (PT) Kaltim. Sebab Majelis hakim dipimpin H Sulthoni, SH.MH dengan anggota  Jonny Sitohang SH, MH dan Purnomo Amin Thahjo SH,  dalam putusan  perkara perdata dengan nomor 11/Pdt.G2019/PN .sgt, yang dibacakan 3 Desember lalu, menyatakan, menguatkan putusan PN Sangatta yang dibacakan September tahun lalu, serta menghukum penggugat dengan biaya perkara Rp150 ribu.

Sekedar diketahui, Gugatan Ria Yanti,  yang diajukan Februari lalu di PN Sangatta,  melalui kuasa hukum  asal Jakarta Hamzah Fansyuri, SH,  Waluyo Rahayu SH, Sri Yuliati Sarif Pandurata Arifin SH,  menggugat Dr Zainuddin, Sp,M sebagai dokter mata yang menangani operasi mata Resa,  Dr Aisyah M Kes, sebagai Kadiskes Kutim serta  Dr Bahrani, selaku Dirut RSUD Kudungga saat kejadian termasuk Pemkab Kutim sebagai pemilik RSUD, senilai Rp11,6 miliar. Alasan gugatnya, adalah, akibat operasi mata yang dilakukan di RSUD 2014 lalu, mata Esa alias Resa, buta total. Karena  dianggap ada mal praktik itu, dia meminta ganti rugi biaya pengobatan Rp1,6 miliar, serta ganti rugin inmateril Rp10 miliar,  yakni ganti rugi akibat mata Resa, buta selamanya.

Atas gugatan tersebut, Humas PN Sangatta Andreas  Pungki Maradona SH,   menyatakan, gugatan Ria Yanti, ditolak seluruhnya.  Tak puas dengan putusan PN Sangatta yang menolak gugatannya, Ria yanti, lalu banding, namun juga ditolak.

“Putusan PT sudah kami  terima. Putusanya, menguatkan putusan PN Sangatta, yang menolak gugatan penggugat,” jelas Andreas.

Salah satu terguta yakni dr Baharani pernah menjalaskan,  dr Zainuddin sebagai dokter spesialis mengoperasi Eza.  Waktu itu, Esa diagnosa,  menderita Katarak Congenital Totalis (KTC). Karena mengalami KTC, mata Eza  mengalami kekeruhan pada lensa mata yang kemungkinan disebabkan galaktosemia, sindroma kondrodisplasia, rubella kongenital, atau sindroma down. Berdasarkan data, penderita KTC hanya dapat menangkap cahaya tanpa dapat melihat utuh seperti bayi yang lahir sehat dan normal.

Agar Eza bisa melihat benda selain cahaya saja,  dilakukan operasi dengan memasang lensa. Namun, sesuai SOP, pemasangan tidak dilakukan bersamaan tetapi bertahap dengan jarak waktu cukup lama. Sayangnya, pada saat dilakukan pemasangan lensa di mata kiri, diketahui lensa di mata kanan mengalami perubahan yang diduga akibat terkena gesekan tangan. Sehingga  dilakukan operasi ulang untuk membetulkan  lensa yang miring.

Prosedur yang dilakukan RSU Kudungga sudah sesuai SOP.  Karena itu, menurutnya, tidak ada malpraktik, terlebih IDI Kaltim melalui Arie – seorang dokter  spesialis mata ternama di Samarinda menyatakan tidak ada kesalahan apapun. “Kasus mata Eza itu diadukan ke Polres Kutim, hasilnya nggak ada kesalahan karena yang menyatakan itu tenaga ahli yang diminta Polres Kutim yakni IDI Kaltim bukan IDI Kutim,” kata  Bahrani, saat itu.

Bahrani menyebutkan  operasi Erza, bukan mengoperasi orang  melihat namun mengoperasi orang buta dengan harapan agar bisa diperbaiki agar melihat. “Ternyata, hasilnya tidak sesuai dengan harapan, karena tetap buta. Sebab  yang dialami Reza karena buta bawaan yang kemungkinan sembuh total memang kecil sekali,” katanya.